Perjalanan ke Bintan via Batam
Jeng-Jeng!!!
Alhamdulillah setelah berhasil menyelesaikan cerita trip ke Jepang yang memakan waktu 7 bulan! (angot-angotan nulisnya :") ku ingin menceritakan perjalanan ku bersama ka pur ke Batam dan Bintan.
Gara-gara jalan kesini, banyak nitijen (idiss) yang bilang "GILA ANI JALAN-JALAN MULU!" padahal jalannya tahun ini baru ke Jepang sama Batam-Bintan (tambah ke Bandung bln Sept sih). Perjalanan ke dua pulau ini sebetulnya ka pur yang ngajak, karena waktu dia ke Malaysia dia ketemu teman SD nya namanya Ulfi (yang akhirnya bakal nemenin kita jalan di Batam-Bintan) yang kerja di Batam, terus menawarkan jalan-jalan ke Bintan. Tadinya kami ingin jalan lagi bertiga bersama Lia, tapi karena satu kondisi Lia ga bisa ikut, sedih aku tuh sebenernya partner kami ga bisa ikut :".
Rencana perjalanan kami bermula di bulan Mei, dan tiket kami beli di bulan Juni. Satu tantangan orang melankolis macem aku "Buat Itenerary". Sungguh aku bahkan ga tau mau buat itinerary apa untuk perjalanan kali ini. Ka pur sudah menunjukan spot yang ingin di datangi, dan aku hanya mengiyakan karena aku tidak tahu Batam-Bintan sama sekali. Aku cuma tau pantainya bagus gara-gara temenku pernah kerja di salah satu resort disana. Ka pur juga sudah konsultasi tentang penginapan dan transport ke Ulfi, dan kami cuma dapat jawaban darinya "Gampang itu, disana banyak penginapan. Mobil nanti sewa aja".
Yap! Gampang! Kami tinggal duduk manis saja, nanti kami akan di bawa ke tempat-tempat bagus selama disana. Padahal dalam hati, ku agak panik karena aku tuh ga bisa diginiin... (plak!) Maksudku aku paling ga bisa jalan tanpa persiapan, penginapan dimana, transportasi apa yang dipakai, jadwalnya kemana saja. Maklum ya, aku dilahirkan melankolis 80% semuanya musti sistematis, sisa 20% plegmatis nurut-nurut aja.
Jadi ku coba menggunakan kekuatan plegmatis 20% ku untuk tenang selama perjalanan kami nanti. Aku akan coba menikmati perjalanan kami yang tanpa itinerary ini dengan penuh suka cita :).
17 Agustus 2018
Kami berangkat dari Soetta mengunakan Sriwijaya Air yang berangkat jam 9.45 (kalo gasalah) menuju Batam. Pengalaman ketiga ku naik pesawat, dan tetep aja aku cemen. Pas take off ku pasti cari tangan ka pur, waktu ke jepang juga begitu ka pur dan lia langsung inisiatif memegang tanganku saat ingin take off (baik banget mereka :" tau temennya takut naik pesawat).
Setelah sampai kami di jemput Ulfi yang ternyata membawa seorang temannya lagi, Benny. Kami awalnya ditawarkan mau langsung nyebrang ke Bintan atau mau jalan-jalan dulu di Batam. Ternyata ka Pur ingin sekali datang ke bukit yang ada tulisan "Welcome to BATAM", yaa mirip-mirip kek Hollywood lah. Jarak dari bandara ke bukit itu memakan waktu sekitar leih kurang 15 menit.
Selama menuju kesana, kami melihat pemandangan jalan Batam yang lenggang, ga kayak Jakarta. Rasa-rasanya aku kayak lagi jalan di daerah sentul, hampir mirip pemandangan jalannya. Kotanya yang aku lihat juga belum banyak bangunan atau gedung gedung tinggi. Masih banyak tanah lapang yang berwarna merah (tanah merah).
Kebetulan saat kami sampai cuaca sedang gerimis, jadi lokasi untuk foto-foto dengan latar belakang bukit sangat sepi. Disana ada banyak yang menyediakan properti untuk mempercantik foto. Saat baru beberapa menikmati cuaca sendunya batam, ada seorang pasangan yang menggunakan mobil jeep lewat di depan kami, dan ulfi meminta ijin untuk meminjam mobilnya untuk kami berfoto.
![]() |
Welcome to Batam |
Kami juga mengunjungi Masjid Raya Batam yang jaraknya sangat dekat dengan spot pertama kami. Karena kami sudah solat di bandara, jadi kami hanya mampir sampai pelatarannya saja.
![]() |
Masjid Raya Batam |
Sebelum berlanjut menyebrang Ulfi dan Benny menawarkan kami untuk mencicipi makanan khas sana, Mie Tarempa & Luti Gendang namanya. Luti gendang seperti roti goreng yang ada isiannya.
![]() |
Mie Tarempa |
![]() |
Luti Gendang |
Perut sudah terisi, dan waktu juga sudah mulai beranjak sore jadi kami bergegas ke pelabuhan untuk menyebrang menuju Tanjung Uban, Bintan. Kami naik kapal roro, kapal yang mengangkut kendaraan juga orang, waktu tempuhnya kurang lebih 1 jam. Awalnya kami duduk di dalam, tapi ternyata lebih asik jika berdiri di samping deck sambil melihat laut dan pulau Batam yang lama-lama makin menjauh dari kami.
Sesampainya di Tanjung Uban kami mampir ke salah satu Masjid untuk melaksanakan sholat maghrib, dan melanjutkan perjalanan kami ke pusat kota Tanjung Pinang.
Semakin malam semakin ramai, karena kami sudah tidak tahan dengan rasa kantuk. akhirnya kami melanjutkan perjalanan kami ke pantai trikora IV, kami bermalam disana. Aku tidak tahu sama sekali bagaimana bentuk dan pemandangan pantai saat malam itu, jadi aku harus bersabar menunggu fajar tiba.
18 Agustus 2018
Aku dan ka pur terkejut dengan apa yang kami lihat setelah matahari perlahan merambat naik, ini pantai tersepi yang kami kunjungi di musim liburan. pemandangannya indah, bahkan kami hanya mendengar debur suara ombak jauh dari hiruk pikuk kota. Kami seperti liburan dengan fasilitas private beach (lol).
Sebelum kami lanjut jalan ke viraha 1000 patung (tapi menurut info katanya itu hanya 500 patung dengan ekspresi yang berbeda-beda), kami sengaja mampir di warung makan unutk sarapan nasi lemak. Perjalanannya cukup jauh, dari pantai trikora.
Lokasi untuk menuju patung buddha jalannya agak menajak, dan kami juga harus bayar tiket masuk Rp. 5000 / orang. Saat berjalan masuk kami langsung dihadapkan dengan patung buddha yang besar, lalu kami berjalan lurus sampai melewati trowongan dan pemandangan 1000 patung sudah terlihat di ujung terowongan. Saat itu lokasi juga tidak terlalu ramai, kami sempat berfoto-foto disana. Ka pur bilang bangunan benteng yg terlihat dari dalam seperti Osaka Castle (lol).
Tujuan kami berikutnya adalah lagoi bay, disana selain pantai ada juga wahana bermainnya ada juga kolam renang buatan terpanjang disana. Sayangnya kami tidak masuk kesana karena tiket masuknya cukup mahal. Karena tidak berlama-lama disana akhirnya kami melanjutkan perjalanan kami ke pemancingan poyotomo. Tetapi sebelum kesana aku dan ka pur minta berhenti di danau buatan yang masih di area lagoi bay. Kata banyak orang yg review tempat ini mirip sama di new zealand, aku sih ga ngerti kayak apa new zealand. Cuma karena udah mumpung disana ya udah sekalian aja aku dan ka pur foto foto. hehe
Saat menuju pemancingan poyotomo, kami sempat kesasar 3x kalau tidak salah ingat. Sampai sampai kami masuk ke hutan. Tempat pemancingan ini unik, selain tempat memancing disana disediakan tempat untuk berkemah juga, latar belakang pemandangannya adalah gunung bintan. Tadinya kami sempat ingin menginap disini, tapi karena memikirkan satu dan dua hal akhirnya kami tidak jadi menginap disini.
Perjalanan masih panjang, Benny sempat meminta ijin tidak bisa ikut menginap samapi hari ketiga karena ada urusan mendesak. Jadi sebelum Benny kami drop di pelabuhan, kami langsung menju spot wisata berikutnya yaitu telaga biru. Ini spot yang paling ka pur tunggu-tunggu, karena selain ada telaga biru disana juga ada gundukan pasir yang menyerupai padang pasir di mesir. Sebetulnya gurun pasir itu adalah bekas pertambangan pasir bauksit yang sudah lama terbengkalai yang saat ini sudah berubah menjadi objek wisata.
Hari sudah sore, kami harus mengantar benny ke pelabuhan, dan kami juga harus kembali ke kota tanjung pinang untuk beristirahat. Rencana kami untuk hari besok sebelum kepulangan kami ke Jakarta adalah pulau penyengat.
19 Agustus 2018
Pulau penyengat, adalah salah satu kepulauan riau yang garis pantainya lebih kurang 4 km. Untuk menuju kesana dari pulau bintan, kami harus menyebrang menggunakan perahu dengan ongkos Rp 7000 / orang (kalau tidak salah ingat) jaraknya kira kira 10-15 menit perjalanan. Di Penyengat ternyata terdapat situs penyebaran islam di pesisir Riau, dan juga situs penting bagi perkembangan budaya melayu.
Sesaat kami sampai di pulau penyengat kami sudah melihat gapura dengan warna kuning menyala, tapi sebelum kami melanjutkan penjalanan mengelilingi pulau penyengat, kami mampir ke warung untuk sarapan dan mencicipi otak-otak bakar yang rasanya khas, berbeda dengan yang di jual di jakarta.
Untuk akses mengelilingi pulau, kami menaiki semacam motor becak yang mangkal di depan Masjid Sultan Riau yang warnanya sangat didominasi oleh warna kuning menyala. Kami mengelilingi jalanan kecil yang hanya muat kurang lebih satu motor becak saja, spot pertama kami adalah kuburan ratu dan raja melayu di pulau penyengat, lalu pak supir juga mulai menceritakan sejarah yang ada di pulau penyengat. Spot terakhir yang kami kunjungi adalah balai adat pulau penyengat. Disana kami mencoba memakai pakaian khas melayu dan sempat berfoto foto sambil menggunakannya, biaya sewanya saat itu adalah Rp 25.000.
Tak terasa waktu sudah hampir menjelang siang, akhirnya kami harus kembali ke pulau bintan dan berangkat menuju bandara Raja Haji Fisabilillah untuk kembali ke Jakarta. Perjalanan yang panjang dan menyenangkan, kami bisa berkunjung ke banyak spot yang kami inginkan ya walaupun kami juga harus merasakan kesasar. Terimakasih atas perjalanannya yang sangat luar biasa menyenangkan ka pur, ulfi dan benny. Sampai ketemu di pengalaman berikutnya ... ja nee...
Tidak ada komentar: